Rasanya baru kemarin kita berbuka bersama. Di ruangan belakang kantor yang kita sulap menjadi dapur. Kebersamaan sangat terasa kala itu. Baik yang muslim maupun non muslim, berbaur dalam suasana Ramadhan. Eki, Dyah, Size, Tri dan yang lainya yang gak mungkin saya sebut satu persatu. Ketika masih jam 3 sore karyawan perempuan sudah sibuk menyiapkan menu berbuka untuk kita-kita. Terimakasih kawan, kalian telah menuliskan sepenggal kisah yang terpatri kuat dalam sanubariku.
Dan sekarang, tak terasa, tamu yang mulia itu akan menghampiri kita lagi dalam hitungan hari. Tamu itu menawarkan begitu banyak keutamaan untuk kita raih, begitu banyak pahala untuk kita rengkuh, begitu banyak ampunan untuk kita gapai, hingga puncaknya adalah pembebasan dari api neraka. Ya, tamu itu adalah Ramadhan, bulan yang penuh dengan keberkahan, dan ampunan.
Dan sekarang, tak terasa, tamu yang mulia itu akan menghampiri kita lagi dalam hitungan hari. Tamu itu menawarkan begitu banyak keutamaan untuk kita raih, begitu banyak pahala untuk kita rengkuh, begitu banyak ampunan untuk kita gapai, hingga puncaknya adalah pembebasan dari api neraka. Ya, tamu itu adalah Ramadhan, bulan yang penuh dengan keberkahan, dan ampunan.
Ramadhan mubarak itu sengaja didatangkan Allah sebagai anugerah yang indah untuk hamba-hamba-Nya yang beriman. Sedemikian indahnya sehingga setiap mukmin dimotivasi untuk melakukan amalan kebaikan sebanyak mungkin yang disertai oleh kesadaran untuk mengikhlaskan semuanya semata-mata untuk Allah, bukan untuk yang lain. Amalan kebaikan ini bisa berbentuk apa saja, baik itu shalat, puasa, dzikrullah, infaq, shadaqah, menebarkan salam, bahkan hingga tidur sekalipun (tentu saja tidur yang diawali dengan doa dan tidur sebagai rehat sejenak untuk bersiap melakukan amal ibadah berikutnya). Amalan kebaikan yang seperti ini akan Allah janjikan untuk dilipatgandakan nilainya; amalan sunnah dinilai menjadi amalan wajib, lalu amalan wajib akan digandakan nilainya 70 kali lipat. Tidak hanya berhenti sampai di situ, melalui ibadah shaum – ibadah yang menjadi ciri khas Ramadhan -, setiap muslim dilatih untuk senantiasa menjaga hawa nafsunya, menjaga lisannya, menjaga amarahnya, bahkan hingga menjaga niatan hatinya dari hal-hal yang merugikan orang lain, bahkan yang tidak produktif dan tidak bermanfaat. Semua itu sengaja ditawarkan oleh Allah sebagai sarana peningkatan kualitas diri, agar hamba-hamba-Nya yang beriman terangkat ke derajat takwa.
Kedatangan Ramadhan adalah sebuah keniscayaan. Ramadhan akan menghampiri semua hamba-hamba-Nya tanpa perduli dengan latar belakang suku, usia, tingkat ekonomi, dan lain-lain. Namun masalahnya, tidak semua dari hamba-hamba-Nya yang dihampiri Ramadhan itu mendapatkan sapaan darinya. Mungkin di antara kita ada yang sadar akan datangnya tamu yang mulia itu, namun belum sampai pada tahap bagaimana mempersiapkan diri hingga benar-benar siap menjemput Ramadhan dan menghidupkannya dengan berbagai amalan. Mungkin juga ada di antara kita yang sudah sadar dan berusaha mempersiapkan diri seoptimal mungkin untuk menyambut Ramadhan, namun bisa jadi ketika melalui tahapan-tahapan di dalam Ramadhan semangat itu luntur karena banyak hal. Yang lebih parah adalah seandainya kita seperti merasa "tuli" karena kesibukan sehari-hari sehingga "melupakan" datangnya tamu yang begitu mulia itu. Tinggal masing-masing kita sekarang hendak memilih yang mana, membiarkan Ramadhan itu berlalu begitu saja, atau memacu diri dengan persiapan menjelang Ramadhan sembari ber-azzam menjadikan Ramadhan ini sebagai Ramadhan terbaik.
Dalam banyak taujihat, ada beberapa persiapan yang semestinya kita lakukan agar Ramadhan itu menghampiri dan kemudian menyapa kita.
Persiapan pertama : persiapan mental.
Persiapan mental ini terkait dengan bagaimana memupuk kerinduan dalam hati kita akan datangnya Ramadhan mubarak, sembari berazzam untuk memaksimalkan detik demi detik Ramadhan dengan sebanyak mungkin ibadah kepada Allah. Persiapan mental ini salah satunya bisa dilakukan dengan banyak-banyak berdoa; berdoa agar Allah berkenan memberikan keberkahan di bulan Rajab dan Sya’ban, lalu menyampaikan kita di bulan Ramadhan. Dengan doa ini, tersirat sebuah harapan agar Allah berkenan meneguhkan hati-hati kita untuk bersemangat menjalani hari-hari Ramadhan tanpa beban. Bukankah jika mental kita kuat, seberat apapun pekerjaan yang kita jalani akan terasa ringan. Namun jika mental kita lemah, bahkan pekerjaan yang ringan pun bisa jadi akan terasa berat untuk dijalani.
Persiapan kedua : persiapan ruhiyah.
Persiapan ruhiyah ini dilakukan dengan memperbanyak ibadah, misal memperbanyak tilawah Al-Qur’an, shaum sunnah, dzikir, doa, dan lain-lain. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah ra disebutkan bahwa dalam mempersiapkan ruhiyah menjelang Ramadhan, Rasulullah saw memiliki kebiasaan memperbanyak shaum sunnah di bulan sya’ban sbb : “Saya tidak melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban” (HR Muslim)”.
Persiapan ketiga : persiapan fikriyah.
Persiapan fikriyah ini dilakukan dengan menambah pemahaman kita tentang keutamaan Ramadhan dan bagaimana mengisinya dengan sebanyak mungkin ibadah. Persiapan ini menjadi penting sebab, pada kenyataannya, banyak di antara orang-orang yang melakukan shaum di bulan Ramadhan tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga. Hal ini terjadi karena mereka melakukan ibadah shaumnya tanpa dilandasi dengan ilmu. Padahal, amal yang dilakukan tanpa ilmu akan berujung pada kesia-siaan belaka. Oleh karena itu, saatnya kita berilmu tentang Ramadhan sejak sekarang.
Persiapan keempat : persiapan fisik dan materi.
Untuk dapat melakukan shaum dan ibadah-ibadah lain secara maksimal di bulan Ramadhan, kesehatan fisik menjadi salah satu faktor pendukung yang penting. Oleh karena itu, Rasulullah menganjurkan untuk tetap memperhatikan kesehatan di bulan Ramadhan, misalnya dengan rajin bersiwak, berobat melalui bekam, dan memulai Ramadhan dengan berpenampilan baik bukan wajah yang cemberut. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah mempersiapkan materi yang halal untuk bekal Ramadhan, sehingga ketika Ramadhan itu tiba, kita dapat fokus beribadah dan tidak ngoyo dalam mencari harta atau kegiatan lain yang menggangu fokus kita beribadah.
Bagi kita, Ramadhan tahun ini pasti bukanlah yang pertama. Mungkin sudah belasan atau bahkan puluhan Ramadhan kita lalui. Namun, bisa jadi Ramadhan yang telah lewat kemarin hanya sekedar mampir tanpa bekas. Jika itu yang terjadi, tidak salah jika semestinya kita berazzam untuk menjadikan Ramadhan kali ini sebagai Ramadhan yang paling berkesan dan paling indah. Sebab tidak ada yang bisa menjamin kita akan diberi kesempatan melalui Ramadhan tahun ini hingga akhir; atau jika pun kesempatan itu tiba, tidak ada yang bisa menjamin pula bahwa kita masih akan berjumpa dengan Ramadhan tahun depan.
Oleh karena itu, tidak ada yang lebih tepat selain mempersiapkan Ramadhan kali ini dengan filosofi pagi hari, yakni filosofi bergegas. Pagi selalu datang dalam sekejap. Ia hanya memberi waktu dan kesempatan dalam detik-detik awalnya. Orang-orang harus berlomba. Sedikit saja terlewatkan, sesungguhnya mereka telah kehilangan kesempatan. Seperti itulah hidup, selalu ada kesempatan, persaingan, bahkan perebutan kesempatan. Orang-orang yang hidup dengan filosofi pagi sangat memahami bahwa persaingan dalam kehidupan ini diawali dari detik pertama kita menginginkan apa yang kita mau, bahkan sebelum kesempatannya sendiri datang. Seperti itulah semestinya Ramadhan kita sikapi.
Maka bergegas menuju Ramadhan sesungguhnya adalah bergegas menuju Allah. Dan, seperti apa bergegas kita menuju Allah, maka yakinlah bahwa Allah akan menyambutnya dengan lebih. "... Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal maka Aku akan mendekat kepada-Nya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta maka Aku akan mendekat kepada-Nya sedepa. Jika mereka mendatangi-Ku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan berlari kecil" (Shahih Muslim/4832).
Jadi, ketika Ramadhan itu pun pada akhirnya tiba, maka sambutlah kedatangannya. Lalu, jadilah kita seorang mukmin yang senantiasa punya gairah untuk bergegas mengisi setiap detik Ramadhan dengan sebanyak mungkin aktifitas amal ibadah. Karena tak ada bulan yang keberkahannya seperti keberkahan Ramadhan; tak ada bulan yang tawaran pahala dan ampunannya seperti bulan Ramadhan. Dan, raihlah derajat takwa yang ditawarkan oleh Allah untuk mukmin yang mengisinya dengan sepenuh jiwa.
Saatnya jadikan Ramadhan kali ini sebagai stasiun kenangan, dan sebagai prasasti kesalihan puncak kita. Karena tidak di setiap waktu, kita dapat mencapai puncak prestasi ibadah kita. Karena demikianlah sifat asasi iman manusia, adakalanya naik dan adakalanya turun. Bila kemudian di sini, kita menyebut stasiun kenangan, sebab pada akhirnya segala yang kita ukir akan kita lewatkan; segala yang kita perbuat akan berlalu dan tinggal kenangan. Oleh karena itu, menjadi tugas kita untuk menjadikan apa yang bisa kita perbuat saat ini dan esok menjadi stasiun kenangan, yakni puncak-puncak prasasti kesabaran, keteguhan, dan kepasrahan diri kepada Allah Ta’ala. Dan, puncak prasasti itu adalah kala Ramadhan tahun ini. Apakah kita akan menemukan Ramadhan lagi tahun depan..?? Karena bisa jadi Ramadhan ini adalah Ramadhan terakhir yang menyapa kita.
Dikutip dari berbagai sumber.
Dikutip dari berbagai sumber.
2 komentar:
subhanallah dengan segala rahasianya,,
@mif: Alhamdulillah dengan segala nikmatnya.
Posting Komentar